1. Harmonisasi
Akuntansi Internasional
Harmonisasi merupakan proses untuk
meningkatkan kompatibilitas (kesesuaian) praktik akuntansi dengan menentukan
batasan-batasan seberapa besar praktik-praktik tersebut dapat beragam. Standar
harmonisasi ini bebas dari konflik logika dan dapat meningkatkan komparabilitas
(daya banding) informasi keuangan yang berasal dari berbagai negara.
Upaya untuk melakukan harmonisasi
standar akuntansi telah dimulai jauh sebelum pembentukan Komite Standar
Akuntansi Internasional pada tahun 1973. Baru-baru ini, sejumlah perusahaan
yang berusaha memperoleh modal di luar pasar Negara asal dan para investor yang
berusaha untuk melakukan diversifikasi investasi secara internasional
menghadapi masalah yang makin meningkat sebagai akibat dari perbedaan nasional
dalam hal akuntansi, pengungkapan, dan audit.
Terkadang orang menggunakan
istilah harmonisasi dan standarisasi seolah-seolah keduanya memiliki arti yang
sama. Namun berkebalikan dengan harmonisasi, secara umum standarisasi berarti
penetapan sekelompok aturan yang kaku dan sempit dan bahkan mungkin penerapan
satu standar atau aturan tunggal dalam segala situasi. Standarisasi tidak
mengakomodasi perbedaan-perbedaan antarnegara, dan oleh karenanya lebih sukar
untuk diimplemntasikan secara internasional. Harmonisasi jauh lebih fleksibel
dan terbuka, tidak menggunakan pendekatan satu ukuran untuk semua, tetapi mengakomodasi
beberapa perbedaan dan telah mengalami kemajuan yang besar secara internasional
dalam tahun-tahun terakhir.
2. Perbedaan
Harmonisasi dan Standarisasi yang Berlaku dalam Standar Akuntansi
Pada dasarnya standar akuntansi
merupakan pengumuman atau ketentuan resmi yang dikeluarkan badan berwenang di
lingkungan tertentu tentang pedoman umum yang dapat digunakan manajemen untuk
menghasilkan laporan keuangan. Dengan adanya standar akuntansi, laporan
keuangan diharapkan dapat menyajikan informasi yang relevan dan dapat dipercaya
kebenarannya. Standar akuntansi juga digunakan oleh pemakai laporan keuangan
seperti investor, kreditor, pemerintah, dan masyarakat umum sebagai acuan untuk
memahami dan menganalisis laporan keuangan sehingga memungkinkan mereka untuk
mengambil keputusan yang benar. Dengan demikian, standar akuntansi memiliki
peranan penting bagi pihak penyusun dan pemakai laporan keuangan sehingga
timbul keseragaman atau kesamaan interpretasi atas informasi yang terdapat
dalam laporan keuangan.
Secara garis besar ada empat hal
pokok yang diatur dalam standar akuntansi, yaitu:
a.
Berkaitan dengan definisi elemen
laporan keuangan atau informasi lain yang berkaitan. Definisi digunakan dalam
standar akuntansi untuk menentukan apakah transaksi tertentu harus dicatat dan
dikelompokkan ke dalam aktiva, hutang, modal, pendapatan dan biaya.
b.
Pengukuran dan penilaian. Pedoman ini
digunakan untuk menentukan nilai dari suatu elemen laporan keuangan baik pada
saat terjadinya transaksi keuangan maupun pada saat penyajian laporan keuangan
(pada tanggal neraca).
c.
Pengakuan, yaitu kriteria yang
digunakan untuk mengakui elemen laporan keuangan sehingga elemen tersebut dapat
disajikan dalam laporan keuangan.
d.
Penyajian dan pengungkapan laporan
keuangan. Komponen keempat ini digunakan untuk menentukan jenis informasi dan
bagaimana informasi tersebut disajikan dan diungkapkan dalam laporan keuangan.
Suatu informasi dapat disajikan dalam badan laporan (Neraca, Laporan Laba/Rugi)
atau berupa penjelasan (notes) yang menyertai laporan keuangan.
Keempat hal itulah yang diusahakan
oleh negara barat untuk diharmonisasikan secara internasional. Mereka percaya
bahwa harmonisasi standar akuntansi internasional akan meningkatkan daya
banding laporan keuangan secara internasional, dapat menghemat biaya terutama
bagi penyaji dan pemakai laporan keuangan, dan memperbaiki standar akuntansi
nasional masing-masing negara (Turner 1983).
Sebagai respon atas kebutuhan
harmonisasi standar akuntansi, berbagai upaya telah dilakukan oleh negara
kapitalis. Salah satunya adalah dengan dengan mendirikan International
Accounting Standard Committee (IASC) pada tahun 1973, yang sekarang berubah
nama menjadi International Accounting Standard Board (IASB). Jumlah keanggotaan
IASC sampai sekarang meliputi lebih dari 150 organisasi profesi akuntansi yang
berasal dari negara maju dan berkembang, termasuk Indonesia. Tujuan utama badan
ini adalah memformulasikan standar akuntansi yang dapat diterapkan secara
internasional. Sampai sekarang IASB telah mengeluarkan lebih dari 50 standar
akuntansi. Meskipun IASB berhak untuk menetapkan dan mengeluarkan standar akuntansi,
badan tersebut tidak memiliki kekuatan hukum untuk memaksakan penerapan standar
akuntansi yang dihasilkan.
Harmonisasi versus Standardisasi
Globalisasi juga membawa implikasi
bahwa hal-hal yang dulunya dianggap merupakan kewenangan dan tanggung jawab
tiap negara tidak mungkin lagi tidak dipengaruhi oleh dunia internasional.
Demikian juga halnya dengan pelaporan keuangan dan standar akuntansi.
Salah satu karakteristik kualitatif dari informasi
akuntansi adalah dapat diperbandingkan (comparability), termasuk di dalamnya
juga informasi akuntansi internasional yang juga harus dapat diperbandingkan
mengingat pentingnya hal ini di dunia perdagangan dan investasi internasional.
Dalam hal ingin diperoleh full comparability yang berlaku luas secara internasional,
diperlukan standardisasi standar akuntansi internasional.
Di sisi lain, adanya faktor-faktor
tertentu yang khusus di suatu negara,membuat masih diperlukannya standar
akuntansi nasional yang berlaku di Negara tersebut. Hal ini dapat dilihat dalam
tampilan pembandingan standar akuntansi keuangan di Indonesia dan Amerika
Serikat di muka. Dalam Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia terdapat
Akuntansi untuk Perkoperasian yang belum tentu dibutuhkan di Amerika Serikat.
Berdasarkan hal ini, kecil kemungkinan dan kurang feasible untuk membuat suatu
standar akuntansi internasional yang lengkap dan komprehensif.
Konsep yang ternyata lebih populer
dibandingkan standardisasi untuk menjembatani berbagai macam standar akuntansi
di berbagai negara adalah konsep harmonisasi. Harmonisasi standar akuntansi
diartikan sebagai meminimumkan adanya perbedaan standar akuntansi di berbagai
negara (Iqbal 1997:35).
Harmonisasi juga bisa diartikan
sebagai sekelompok negara yang menyepakati suatu standar akuntansi yang mirip,
namun mengharuskan adanya pelaksanaan yang tidak mengikuti standar harus
diungkapkan dan direkonsiliasi dengan standar yang disepakati bersama.
Lembaga-lembaga yang aktif dalam usaha harmonisasi standar akuntansi ini antara
lain adalah IASC (International Accounting Standard Committee), Perserikatan
Bangsa-Bangsa dan OECD (Organization for Economic Cooperation and Development).
Beberapa pihak yang diuntungkan dengan adanya harmonisasi ini adalah
perusahaan-perusahaan multinasional, kantor akuntan internasional, organisasi
perdagangan, serta IOSCO (International Organization of Securities
Commissions).
PERBEDAAN ANTARA HARMONISASI DAN STANDARISASI
HARMONISASI
|
STANDARISASI
|
a). Proses
untuk meningkatkan kompabilitas (kesesuian) praktik akuntansi dengan
menentukan batasan-batasan seberapa besar praktik-praktik tersebut dapat
beragam
|
a. Penetapan
sekelompok aturan yang kaku dan sempit.
|
b). Tidak
menggunakan pendekatan satu ukuran untuk semua
|
b.
Penerapan satu standar atau
aturan tunggal dalam segala situasi
|
c). Mengakomodasi
beberapa perjanjian dan telah mengalami kemajuan yang besar secara
internasional dalam tahun-tahun terakhir
|
c.
Standarisasi tidak mengakomodasi
perbedaan-perbedaan antarnegara
|
d). Hamonisasi
jauh lebih fleksibel dan terbuka
|
d.
Lebih sukar untuk
diimpelemntasikan secara internasional
|
3. Pro dan
Kontra Harmonisasi Standar Akuntansi Internasional
Sampai saat sekarang ini, negara
barat masih gencar mempromosikan perlunya harmonisasi standar akuntansi
internasional. Tujuan utama upaya tersebut adalah untuk meningkatkan daya
banding (comparability) laporan keuangan terutama bagi perusahaan multinasional
yang beroperasi di berbagai belahan dunia. Tidak mengherankan jika pihak barat
membentuk suatu badan yang dinamakan International Accounting Standard
Committee (IASC), yang sekarang berubah namanya menjadi International
Accounting Standard Board (IASB). Badan ini bertugas menghasilkan standar
akuntansi internasional (International Financial Reporting Standards-IFRS).
Alasan utama penyajian laporan
keuangan yang memenuhi standar adalah untuk kelangsungan hidup perusahaan itu
sendiri di masa depan, baik ditinjau dari segi penguna internal maupun pengguna
eksternal. Pengakuan publik akan kelengkapan dan ketransparanan laporan
keuangan sebuah perseroan terbuka meningkatkan tekanan sektor bisnis untuk
menyediakan laporan keuangan yang sesuai dengan standar. alasan lainnya untuk
memudahkan bagi para investor yang ingin melakukan kegiatan investasinya di
negara lain, yang membutuhkan laporan keuangan berstandar internasional agar
dapat mengetahui keadaan perusahaan tersebut.
Meskipun IASB tidak memiliki power
untuk mewajibkan semua negara menyusun laporan keuangan berdasarkan
International Financial Reporting Standards, sampai saat ini badan tersebut
dapat dikatakan sangat berpengaruh dalam proses harmonisasi. Hal ini tidak
mengherankan karena negara-negara kapitalis terutama Amerika memainkan peranan
penting dalam menghasilkan standar tersebut. Dengan kata lain, harmonisasi
standar akuntansi internasional merupakan harmonisasi yang didasarkan pada
model akuntansi Anglo-Saxon, tanpa memperhatikan dan mempertimbangkan sistem
akuntansi, lingkungan ekonomi, sosial dan budaya negara lain (Hoarau 1995).
Lebih lanjut Hoarau mengatakan bahwa standar yang dihasilkan sangat didominasi
oleh konsep akuntansi yang dipraktikkan di USA. Dengan kata lain yang sekarang
adalah upaya hegemoni Amerika dalam penyusunan laporan keuangan melalui standar
akuntansi internasional.
Meskipun standar akuntansi yang
dihasilkan IASB membahas pedoman yang kurang mendetail dan ruang lingkupnya
terbatas bila dibandingkan dengan standar akuntansi versi USA (Statement of
Financial Accounting Standards), IFRS tetap didasarkan pada konsep dan
pendekatan akuntansi yang sama. Sebagai akibatnya, IFRS kemungkinan banyak
bertentangan dengan tujuan pelaporan keuangan dan lingkungan social, ekonomi,
dan budaya negara lain, terutama yang memiliki karakteristik yang berbeda
dengan negara kapitalis. Lebih khusus lagi, standar yang dihasilkan banyak
bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Hal ini disebabkan konsep ekonomi
kapitalis yang mendasari penyusunan standar akuntansi negara barat jauh berbeda
dengan konsep ekonomi Islam.
Standar akuntansi yang dihasilkan
model akuntansi Anglo-Saxon menganut paham yang mengakui adanya nilai waktu
dari uang, yang menghasilkan konsep bunga. Sementara itu, Islam secara tegas
menolak digunakannya nilai waktu dari uang dalam menjalankan kegiatan ekonomi.
Hal ini disebabkan konsep tersebut sama artinya dengan riba, dan riba jelas
dilarang dalam Islam. Riba dilarang dalam ajaran Islam karena riba menunjukkan
ketidakadilan. Capra (1994) menyebutkan bahwa ketidakadilan tersebut muncul karena
distribusi keuntungan yang didasarkan pada jumlah yang tetap, dapat merusak
mekanisme harga dan menyebabkan alokasi sumber ekonomi yang mengarah pada
penumpukan modal yang terpusat pada sekelompok orang tertentu.
Larangan terhadap riba memiliki
implikasi tersendiri bagi harmonisasi standar akuntansi internasional. Sejauh
ini standar akuntansi yang diterima secara internasional selalu
mempertimbangkan faktor bunga, yang jelas dilarang dalam Islam (Hamid et al.
1993). Contoh standar akuntansi yang dihasilkan IASB (IASC) adalah akuntansi
untuk sewa guna usaha/lease (IAS 17), Akuntansi Dana Pensiun (IAS 19 dan IAS
26), dan Akuntansi Kapitalisasi Cost Pinjaman (IAS 23). Standar tersebut pada
dasarnya sama dengan standar akuntansi yang dikeluarkan Amerika melalui
Financial Accounting Standar Board (FASB), seperti standar akuntansi Dana
Pensiun (SFAS 87 dan 88), Amortisasi Hutang Jangka Panjang (Accounting
Principles Board-APB 12), Bunga atas Piutang dan Hutang (APB 21), Leasing (SFAS
12), Resturkturisasi Hutang (SFAS 15), Pelaporan Hutang Pensiun (SFAS 88) dan
pelunasan Hutang (APB 26).
Masalah lain yang perlu
diperhatikan adalah isu yang berkaitan dengan penilaian aktiva. Dalam akuntansi
Anglo-Saxon, penilaian suatu aktiva terutama persediaan dan surat berharga
umumnya dilandasi konsep konservatisme. Konsep ini mengakui rugi atau penurunan
aktiva meskipun rugi atau penurunan tersebut belum terealisasi. Sebaliknya,
konsep tersebut menunda pengakuan pendapatan atau kenaikan nilai aktiva sampai
pendapatan atau kenaikan nilai aktiva tersebut betul-betul sudah terealisasi.
Konsekuensi dari konsep ini adalah digunakannya metode penilaian persediaan dan
surat berharga jangka pendek berdasarkan pada nilai terendah antara cost dan
harga pasar (lower cost or market). Sementara itu, untuk tujuan perhitungan
zakat-yang merupakan salah satu tujuan pelaporan berbasis ajaran Islam-ajaran
Islam menilai kedua jenis aktiva tersebut berdasarkan pada nilai bersih yang
dapat direalisasi atau net realizable value (Gambling dan Karim 1991). Dengan
demikian jelas bahwa Islam tidak mengakui adanya konsep nilai terendah di
antara cost dan harga pasar, seperti yang digunakan dalam akuntansi kapitalis.
Masalah yang ketiga adalah
aplikasi dari konsep kesinambungan (going concern). Pemakaian konsep ini
memungkinakn digunakannya penilaian aktiva berdasarkan cost historis untuk
menunjukkan obyektifitas pengukurannya. Atas dasar cost historis ini, nilai aktiva
pada tanggal tertentu (tanggal neraca) akan sama dengan nilai aktiva pada
tanggal pertama kali aktiva tersebut diperoleh. Alasan utama diterapkannya
konsep going concern tersebut adalah: (1) untuk memungkinkan dilakukannya
klasifikasi aktiva dan hutang menjadi kelompok lancar dan tidak lancar, (2)
memungkinkan dilakukannya penandingan (matching) antara pendapatan dengan
biaya.
Dari sudut pandang ajaran Islam,
kedua alasan tersebut dapat dipertanyakan dan tidak relevan (Gambling dan Karim
1991). Dalam ajaran Islam, klasifikasi aktiva kedalam lancar dan tidak lancar
pada dasarnya dimaksudkan untuk menentukan besarnya kekayaan yang akan
digunakan dalam penentuan besarnya zakat. Aktiva lancar tersebut diharapkan
dapat dikonsumsi, atau dijual untuk menghasilkan kas dalam periode waktu dimana
zakat akan dikenakan atas kekayaan tersebut. Sementara aktiva tidak lancar,
akan tetap ditahan atau disimpan pada periode di luar periode zakat tersebut
(Abdel-Magid 1981). Atas dasar hal ini, laporan keuangan harus mampu menyajikan
informasi mengenai aktiva, yang nantinya dapat digunakan sebagai dasar
pengenaan zakat. Dengan demikian penilaian zakat akan menentukan metode
penilaian aktiva. Metode yang tepat untuk menilai aktiva yang relevan dengan
tujuan perhitungan zakat adalah net realizable value atau metode penilaian yang
disarankan oleh Chambers (1966) yaitu continuously contemporary accounting
(CoCoA).
Atas dasar metode CoCoA aktiva
harus dinilai menurut nilai pasar pada tanggal neraca. Jadi setiap aktiva harus
dapat dinilai secara individu, terpisah dari kekayaan perusahaan secara
keseluruhan. Akibatnya, dalam konteks Islam tidak ada pengakuan aktiva seperti
goodwill, karena goodwill tidak dapat dilihat bentuk wujudnya dan tidak dapat
dinilai secara individu terpisah dari nilai perusahaan secara keseluruhan.
Hal lain yang bertentangan dengan
ajaran Islam adalah penggunaan konsep economic substance over legal form. Model
akuntansi Anglo-Saxon jelas memisahkan substansi ekonomi suatu transaksi dengan
status hukum dari transaksi tersebut. Atas dasar konsep ini, jika suatu
transaksi ditinjau dari substansi ekonominya memiliki kriteria sebagai elemen
laporan keuangan (karena memenuhi definisi, dapat diukur, dan diakui dalam
laporan keuangan), maka transaksi tersebut dapat diakui dalam laporan keuangan
meskipun secara yuridis tidak boleh diakui. Contoh klasik adalah mesin yang
disewa oleh perusahaan melalui kontrak capital lease. Apabila secara substansi
ekonomi memenuhi kriteria sebagai aktiva (seperti diatur dalam standar), maka
mesin yang disewa tersebut dapat diakui sebagai harta kekayaan si penyewa dan
dilaporkan dalam neraca sebagai harta milik penyewa. Namun demikian, dari aspek
yuridis mesin tersebut tetap menjadi harta pemilik bukan penyewa. Konsep ini,
jelas bertentangan dengan konsep pemilikan dalam ajaran Islam (Karim 1995).
Atas dasar perbedaan sudut pandang
di atas, maka cukup rasional untuk mengatakan bahwa akuntansi seharusnya
dikembangkan sesuai dengan kondisi lingkungan dimana akuntansi tersebut akan
dipraktikkan. Praktik akuntansi kapitalis, jelas tidak semuanya dapat
dipraktikkan di lingkungan yang bernafaskan Islam karena konsepnya jelas
berbeda dan banyak yang bertentangan.
4. Arti
Rekonsiliasi dan Pengakuan Bersama (Timbal Balik) Terhadap Perbedaan Standar Akuntansi
Dua pendekatan lain yang diajukan
sebagai solusi yang mungkin digunakan untuk mengatasi permasalahan yang terkait
dengan isi laporan keuangan lintas batas: (1)rekonsiliasi dan (2) pengakuan
bersama (yang juga disebut sebagai “imbalbalik”/resiprositas). Melalui
rekonsiliasi, perusahaan asing dapat menyusun laporankeuangan dengan
menggunakan standar akuntansi negara asal, tetapi harus menyediakanrekonsiliasi
antara ukuran-ukuran akuntansi yang penting (seperti laba bersih dan
ekuitaspemegang saham) di negara asal dan di negara dimana laporan keuangan
dilaporkan.Sebagai contoh, Komisi Pasar Modal AS (SEC).Pengakuan bersama
terjadi apabila pihak regulator di luar negara asal menerimalaporan keuangan
perusahaan asing yang didasarkan pada prinsip-prinsip negara asal.Sebagai
contoh, Bursa Efek London menerima laporan keuangan berdasarkan GAAP ASuntuk
pelaporan yang dibuat oleh perusahaan-perusahaan asing.
Sejalan dengsn perdagangan modal maka
hermonisasi menjadi penting terhadap masalah-masalah yang terkait dengan isi
dengan isi laporan keuangan lintas Negara.
Pendekatan dilakukan dengan cara
rekonsiliasi, dan pengakuan bersama.
Dengan penyeragaman laporan keuangan yang lengkap
berdasarkan prinsip yang berbeda.
5. Organisasi
yang Mempromosikan Hormonisasi dan Memiliki Peran Penting dalam Penetapan
Standar Akuntansi Internasional
Enam organisasi telah menjadi
pemain utama dalam penentuan standar akuntansi internasional dan dalam
mempromosikan harmonisasi akuntansi internasional:
& Badan
Standar Akuntansi Internasional (IASB)
Badan
Standar Akuntansi Internasional (IASB), dahulu AISC, didirikan tahun 1973 oleh
organisasi akuntansi profesional di sembilan negara.
Tujuan IASB
adalah:
Þ
Untuk mengembangkan dalam kepentingan
umum, satu set standar akuntansi global yang berkualitas tinggi, dapat dipahami
dan dapat dibandingkan dalam laporan keuangan.
Þ
Untuk mendorong penggunaan dan penerapan
standar-standar tersebut yang ketat untuk membawa konvergensi standar akuntansi
nasional dan standar akuntansi internasional dan pelaporan keuangan
internasional kearah solusi berkualitas tinggi.
& Komisi
Uni Eropa (EU)
& Organisasi
Internasional Komisi Pasar Modal (IOSCO)
& Federasi
Internasional Akuntansi (IFAC)
& Kelompok
Kerja Ahli Antarpemerintah Perserikatan Bangsa-bangsa atas Standar
Internasional Akuntansi dan Pelaporan (International Standars of Accounting and
Reporting – ISAR), bagian dari KonferensiPerserikatan Bangsa-bangsa dalam
Perdagangan dan Pembangunan (United Nations Conference on Trade and Development
– UNCTAD).
& Kelompok
Kerja dalam Standar Akuntansi Organisasi Kerja sama dan Pembangunan Ekonomi Kelompok
Kerja OEDC)
6. Pendekatan
baru Uni Eropa dan Mengaitkannya dengan integrasi Pasar Keuangan Eropa
Salah satu tujuan EU adalah untuk
mencapai integrasi pasar keuangan Eropa. Untuk mencapai tujuan ini, EC telah
memperkenalkan direktif dan mengambil langkah inisiatif yang sangat besar untuk
mencapai pasar tunggal.
Direktif Keempat dan Ketujuh
memiliki pengaruh yang dramatis terhadap pelaporan keuangan di seluruh EU,
yaitu membawa akuntansi di seluruh negara anggota EU ke tahap penyeragaman yang
baik dan relatif memadai. Direktif ini mengharmonisasikan penyajian akan rugi
dan laba (laporan laba rugi) serta neraca dan menambah informasi tambahan
minimum dalam catatan, secara khusus pengungkapan pengaruh aturan pajak atas
hasil yang dilaporkan.
Komisi mengumumkan bahwa EU perlu
untuk bergerak secara tepat dengan maksud untuk memberikan sinyal yang jelas
bahwa perusahaan yang sedang berupaya untuk melakukan pencatatan di Amerika
Serikat dan pasar-pasar dunia lainnya akan tetap dapat bertahan dalam kerangka
dasar akuntansi EU. EC juga menekankan agar EU memperkuat komitmennya terhadap
proses penentuan standar internasional, yang menawarkan solusi paling efisien
dan cepat untuk masalah-masalah yang dihadapi perusahaan yang beroperasi dalam
skala internasional.
Pada tahun 2000, EC mengadopsi
strategi pelaporan keuangan yang baru. Hal yang menarik dari strategi ini
adalah usulan aturan bahwa seluruh perusahaan EU yang tercatat dalam pasar
teregulasi, termasuk bank, perusahaan asuransi dan SME (perusahaan berukuran
kecil dan menengah), menyusun akun-akun konsolidais sesuai dengan IFRS.
Organisasi Internasional Komisi Pasar Modal (IOSCO)
Organisasi Internasional Komisi
Pasar Modal (International Organization of Securities Commissions – IOSCO)
beranggotakan sejumlah badan regulator pasar modal yang ada di lebih dari 100
negara. Menurut bagian pembukaan anggaran IOSCO:
Otoritas pasar modal memutuskan
untuk bekerja bersama-sama dalam memastikan pengaturan pasar yang lebih baik,
baik pada tingkat domestik maupun internasional, untuk mempertahankan pasar
yang adil, efisien dan sehat:
»
Saling menukarkan informasi berdasarkan
pengalaman masing-masing untuk mendorong perkembangan pasar domestic.
»
Menyatukan upaya-upaya untuk membuat
standar dan pengawasan efektif terhadap transaksi surat berharga internasional.
»
Memberikan bantuan secara bersama-sama
untuk memastikan integritas pasar melalui penerapan standar yang ketat dan
penegakan yang efektif terhadap pelanggaran.
Sebuah komite teknis IOSCO
memusatkan perhatian pada pengungkapan dan akuntansi multinasional. Tujuan
utamanya adalah untuk memfasilitasi proses yang dapat digunakan para penerbit
saham kelas dunia untuk memperoleh modal dengan cara yang paling efektif dan
efisien pada seluruh pasar modal yang terdapat permintaan investor.
Ringkasan Standar Pengungkapan
Internasional untuk Penawaran Lintas Batas dan Penawaran Perdana oleh
Perusahaan Penerbit Luar Negeri (Diterbitkan oleh Organisasi Internasional
Komisi Pasar Modal, 1998)
(1) Identitas
Direktur, Manajemen Senior, dan Penasihat serta Pernyataan Tanggung jawab
Standar ini
mengidentifikasikan perwakilan perusahaan dan orang-orang yang terlibat dalam
pencatatan saham perusahaan atau pendaftarannya dan menunjukkan orang yang
bertanggung jawab. Definisi orang yang dibahas dalam standar ini mungkin
berbeda di masing-masing negara dan ditentukan berdasarkan hukum negara asal.
(2) Menawarkan
Statistik dan Perkiraan Jadwal
Standar ini
memberikan informasi utama mengenai cara melakukan penawaran dan identifikasi
tanggal-tanggal penting yang terkait dengan penawaran. Perlu dipahami bahwa
pencatatan tidak selalu melibatkan penawaran.
(3) Informasi
Utama
Standar ini
meringkas informasi utama mengenai kondisi keuangan, kapitalisasi, dan
faktor-faktor risiko perusahaan.
(4) Informasi
Mengenai Perusahaan
Standar ini
memberikan informasi mengenai operasi usaha perusahaan, produk yang dihasilkan
atau jasa yang diberikan dan faktor-faktor yang mempengaruhi usahanya tersebut.
(5) Evaluasi
serta Prospek Operasi dan Keuangan
Standar ini
menyediakan penjelasan manajemen mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
kondisi keuangan dan hasil operasi perusahaan, dan analisis manajemen mengenai
faktor dan tren yang diperkirakan memiliki dampak yang material terhadap
kondisi keuangan dan hasil operasi perusahaan di masa mendatang. Di beberapa
negara, ramalan dan laporan mengenai prospek perusahaan untuk tahun berjalan
dan atau periode lain di masa depan mungkin diwajibkan.
(6) Direktur
dan Manajemen
Standar ini
memberikan informasi yang menyangkut direktur dan manajer perusahaan yang
memungkinkan investor untuk memeriksa pengalaman, kualifikasi dan tingkat
kompensasi orang-orang serta hubungan mereka dengan perusahaan. Definisi orang
yang dibahas dalam standar pengungkapan ini dapat berbeda di masing-masing
negara dan akan ditentukan oleh hukum negara asal. Informasi yang menyangkut
karyawan perusahaan juga diwajibkan.
(7) Pemegang
Saham Utama dan Transaksi Pihak Istimewa
Standar ini
memberikan informasi mengenai pemegang saham utama dan pihak lain yang
mengendalikan atau mungkin mengendalikan perusahaan. Standar ini juga
memberikan informasi mengenai transaksi-transaksi yang dilakukan oleh
perusahaan dengan pihak-pihak yang berafiliasi dengan perusahaan dan apakah
persyaratan transaksi tersebut telah wajar bagi perusahaan.
(8) Informasi
Keuangan
Standar ini
menjelaskan laporan keuangan manakah yang harus dimasukkan ke dalam dokumen,
beserta periode yang tercakup, lamanya laporan keuangan dan informasi lain yang
bersifat keuangan. Negara di mana suatu perusahaan melakukan pencatatan (atau
sedang mendafar diri untuk melakukan pencatatan) akan menentukan struktur
komprehensif prinsip-prinsip akuntansi dan audit yang akan diterima untuk
digunakan dalam penyusunan dan audit laporan keuangan.
(9) Penawaran
Standar ini
memberikan informasi mengenai penawaran surat berharga, rencana distribusi
surat berharganya dan masalah-masalah terkait.
(10) Informasi
Tambahan
Standar ini
memberikan informasi yang kebanyakan bersifat wajib, yang tidak tercakup dalam
dokumen yang ada.
Refrensi :
1.
Septiyan. (Juni 2013). Harmonisasi
Akuntansi Internasional. Diperoleh 18 Mei 2014 dari http://septiyan-akuntansi.blogspot.com/2013/06/harmonisasi-akuntansi-international.html
2.
Estu Putri. (28 April 2013).
Harmonisasi Akuntansi Internasional. Diperoleh 18 Mei 2014 dari http://estuputri.wordpress.com/2013/04/28/harmonisasi-akuntansi-internasional/
3.
Tiara Rachman Putri. (6 Juni 2011). Pro
dan Kontra Harmonisasi Standar Akuntansi Internasional. Diperoleh 18 Mei 2014
dari http://tiararachmanputriduano.blogspot.com/2011/06/pro-dan-kontra-harmonisasi-standar.html
4.
Uma. (21 Mei 2013). Bab 7 & Bab 8).
Diperoleh 18 Mei 2014 dari http://um-a.blogspot.com/2013/05/bab-7-bab-8.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar